Saturday, 4 August 2018

Peraturan Perundangan di Indonesia tentang Kehutanan, Penata Ruang, Keterbukaan informasi publik, Keterbukaan Informasi Publik, Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Perkebunan, Pertambangan Mineral dan Batu Bara, Pemerintahan Daerah, Desa

Undang-Undang Nomor 41/1999 tentang Kehutanan
Undang-Undang ini merupakan pengganti dari Undang-Undang nomor 5/1967 tentang Pokok-Pokok Kehutanan. Undang-undang nomor 41/1999 membawa nuansa pengaturan yang memiliki perbedaan mendasar dengan masukkan peran serta masyarakat, hak masyarakat atas informasi kehutanan dan keterlibatan dalam pengelolaan hutan secara umum. Dalam undang-undang ini terdapat dua status hutan yaitu hutan negara dan hutan hak.
Meskipun demikian, undang-undang ini belum secara jelas memberikan pengakuan kepada masyarakat adat yang berdiam di kawasan hutan. Hutan adat dianggap sebagai masih bagian dari hutan negara yang berada di wilayah masyarakat adat. Dalam undang-undang ini meski terdapat pengakuan terhadap masyarakat adat, namun dalam praktik pengelolaan dan pemanfaatan hutan tetap dilakukan di atas hutan negara.

Undang-Undang Nomor 26/2007 tentang Penataan Ruang
Undang-Undang Penataan Ruang nomor 26 tahun 2007 yang menggantikan Undang-Undang nomor 24 tahun 1992. Dalam UU 26/2007 penataan ruang ditujukan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan. Dengan tujuan tersebut, penataan ruang pada akhirnya diharapkan menjadi sebuah titik temu yang harmonis antara penggunaan sumber daya alam dan dan pemanfaatan ruang sekaligus mencegah terjadinya dampak negatif akibat pemanfaatan ruang.
Sifat mendasar dari penataan ruang adalah mewujudkan sebuah keterpaduandan keserasian pemanfaatan ruang pada berbagai sektor sehingga pelaksanaan penataan ruang yang konsisten akan meminimalisasi konflik dan meningkatkan keterpaduan antar sektor serta wilayah.
Pemerintah pusat dan daerah diamanatkan untuk menyebarluaskan informasi rencana umum dan rincian tataruang, pengaturan zonasi dan petunjuk pelaksanaan penataan ruang. Penataan ruangdiselenggarakan oleh pemerintah dengan melibatkan masyarakat, dimana pelibatan tersebut mencakup perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian.

Undang-Undang Nomor 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
Ketentuan dalam peraturan ini secara garis besar memberikan landasan bagipublik untuk dapat memperoleh informasi, dan memperkuat badan publik untukmenyiapkan infrastruktur maupun sumber daya manusia. Dalam hubungannya tata kelola hutan, informasi kehutanan dapat diperoleh dan merupakan hak masyarakat yang diatur lewat badan publik yang mengurusi pengelolaan hutan.
Kementerian Kehutanan menindaklanjuti undang-undang ini dengan menerbitkan Permenhut No. 2 tahun 2010 tentang Sistem Informasi Kehutanan dan Permenhut No. 7 tahun 2011 tentang Pelayanan Informasi Publik dilingkup Kementerian Kehutanan.

Undang-Undang Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Undang-undang ini merupakan revisi dari Undang-Undang nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam hubungannya dengan tata kelola hutan dan lahan, undang-undang ini menyinggung perihal kebakaran hutan, dimana lewat perundangan ini memberikan kewenangan bagi Kementerian Lingkungan hidup untuk menentukan kriteria baku kerusakan lingkungannya.
Terkait dengan hak atas informasi, peraturan ini memberikan jaminan bagi masyarakat untuk memperoleh informasi dalam proses penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).


Undang-Undang Nomor 18/2004 tentang Perkebunan
Salah satu yang diatur didalam undang-undang ini adalah keharusan bagi pihak yang mengajukan izin perkebunan untuk bermusyawarah terlebih dahulu (apabila sudah terdapat hak di atas tanah tersebut) dengan masyarakat atau masyarakat hukum adat (apabila tanah tersebut adalah tanah ulayat) sehingga sesuai dengan pengaturan tersebut, masyarakat memiliki sebuah landasan hukum untuk dapat berpartisipasi dalam proses pemberian izin perkebunan.
Undang-undang ini ditindaklanjuti dengan Permentan nomor 98/2013 tentang pedoman perizinan usaha perkebunan yang berhubungan dengan pemberian izin bagi para pelaku usaha budidaya perkebunan. Dalam kaitannya dengan tata kelola hutan, meskipun tidak terlalu tegas, peraturan ini memperhatikan Inpres nomor 16/2011 tentang pengendalian kebakaran hutan dan lahan serta Inpres nomor 6/2013 tentang penundaan pemberian izin baru dan penyempurnaan tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut.

Undang–Undang Nomor 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba)
Undang-Undang ini merupakan pengganti dari Undang-Undang nomor 11/1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan. Dalam hubungannya dengan tata kelola hutan dan lahan undang-undang ini mengatur kegiatan pertambangan dinyatakan tidak dapat dilaksanakan di tempat yang dilarang untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan sebelum memperoleh izin dari instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan (pasal 134, ayat 2).
Dalam hubungannya dengan nilai tambah di dalam negeri, undang-undang ini mewajibkan komoditas pertambangan untuk diolah di dalam negeri sebelum diekspor. Meskipun tidak berhubungan langsung dengan tata kelola hutan dan lahan, larangan ini berpengaruh terhadap pemberian izin terhadap usaha pertambangan dan eksploitasi minerba yang dilakukan serta cukup berpengaruh terhadap para pelaku usaha dalam menanamkan investasi dalam bidang pertambangan.


Undang–Undang Nomor 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-undang ini adalah pengganti dari Undang-Undang nomor 32/2004 tentang Pemerintah Daerah yang dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan dan tuntutan penyelenggaran pemerintahan daerah.
Dalam undang-undang ini sektor kehutanan dikategorikan dalam urusan pemerintahan daerah pilihan konkuren (pasal 12), meskipun urusan penataan ruang dan lingkungan hidup dikategorikan dalam urusan pemerintahan wajib. Dalam pasal 14, diatur tentang penyelenggaraan urusan pemerintah dalam bidang kehutanan dibagi antara pemerintah pusat dan daerah provinsi dengan perkecualian pengelolaan taman hutan raya di kabupaten/kota menjadi kewenangan dari daerah kabupaten dan kota.

Undang-Undang Nomor 6/2014 tentang Desa
Terdapat lebih 33 ribu desa yang berbatasan dengan kawasan hutan, jika hal ini tidak menjadi perhatian maka masalah tenurial, status desa maupun kekayaan budaya yang selama ini dikenal memelihara dan melindungi akan bergeser dan punah.
Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (UUD 1945, pasal 18B: 2). Salah satu poin penting Undang-Undang Desa ini adalah adanya regulasi yang memberi kepastian hukum bagi keberadaan masyarakat adat melalui pembentukan Desa Adat.
Desa Adat akan diakui apabila memiliki kesatuan masyarakat adat. Kesatuan masyarakat adat harus memiliki unsur; mempunyai wilayah adat, pemerintahan adat, benda/harta adat, hukum adat, sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1 ayat 1 UU Desa. UU desa juga mengakui hak-hak kesatuan masyarakat adat. Desa Adat bukan hanya bertujuan untuk mengakui hak-hak ulayat masyarakat adat, tetapi juga undang-undang ini mengatur agar masyarakata adat bisa mengurus dirinya sendiri.

No comments:

loading...